Diskusi Pendidikan: Ki Hajar Dewantara dan Aktivis Peneleh Refleksi Masa Lalu dan Jawaban Masa Kini untuk Pendidikan Indonesia
Aktivis Peneleh Surabaya menyelenggarakan Diskusi Pendidikan secara online pada tanggal 23 Mei 2021. Diskusi ini sebagai kritik dan peduli pada pendidikan Indonesia yang dinilai harus berbenah untuk lebih baik.
Diawal pertemuan diskusi pendidikan dibuka oleh MC yaitu Aisyah. Selanjutnya penyampaian sambutan pertama oleh Ketua Pelaksana yaitu Dzulkarnain Jamil yang penuh semangat untuk menyambut peserta diskusi pagi ini. Sambutan yang kedua diberikan oleh Bapak Nashruddin sebagai Dewan Penasehat Aktivis Peneleh Surabaya.
Dr. Jurana NS, SE., MSA., CSP
Ki Hajar Dewantara telah sebegitu cemerlangnya dalam mengonsep pendidikan yang berbasis kebudayaan. makanya tidak heran menteri pendidikan kita hari ini juga mencetuskan pendidikan merdeka hal tersebut tentu tidak lepas dari bentuk refleksinya yang melihat pendidikan hari ini sudah jauh dari nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia.
Tanggal lahir Ki Hajar Dewantara dijadikan sebagai hari pendidikan nasional yaitu pada tanggal 2 Mei.
Bu Jurana melanjutkan pemaparan pada konsep Tri Rahayu yang dicetuskan oleh Ki Hajar dewantara. Dimana konsep tersebut memberi makna bahwa pendidikan mestilah memberikan manfaat pada bangsa sendiri, pendidikan harus membuat peserta didik bermanfaat bagi dunia. Hal ini tentu sebagai bentuk memberi kebermanfaat sebanyak-banyaknya kepada seluruh alam.
Dalam pendidikan juga ada pesan model yang menjadi semboyan pendidikan kita yaitu.
“Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti di depan seorang pendidik mesti memberi teladan, di tengah-tengah membangun semangat dan di belakang memberikan dorongan. Demikian semboyan yang terkenal dalam dunia pendidikan di Indonesia untuk menggambarkan betapa pentingnya pendidikan untuk masyarakat. Karena itu, tingkat kemakmuran masyarakat juga sangat ditentukan oleh pembangunan kualitas manusia dan hal tersebut salah satunya berasal dari pemerataan pendidikan.
Tidak heran kalau pendidikan selalu menjadi pondasi awal yang dibangun dalam membentuk tatanan masyarakat yang menuju kemakmuran. Seorang pendidik juga diharapkan mampu momong, among dan ngemong sebagai bentuk penanaman nilai bagi peserta didik. Dimana seorang pendidik juga memberikan kasih sayang sekaligus contoh sebagai laku mendidik untuk menemukan kemerdekaan berfikir peserta didik. Diakui atau tidak setiap insan yang hidup ini memiliki berbagai bentuk kelebihan dan kekurangannya tersendiri.
Terdapat tiga bentuk filosofi yang menjadi pilah utama dalam kontek berjalannya pendidikan di Indoenesia. Seperti Filosofi Kapitalisme, Filosofi Sosialisme, filosofi pancasila. Akan tetapi pada realitasnya jika kita mau melihat pendidikan yang berlangsung hari ini hanya cenderung pada filosofi kapitalisme dan mengesampingkan filosofi sosialisme dan filosofi pancasila. Untuk itulah kita sebagai bagian dari orang-orang yang menyaksikan keberlangsungan pendidikan tersebut diharapkan berpartisipasi aktif untuk mengembalikan pendidikan pada filosofi yang seimbang. Sehingga kemerdekaan belajar itu dapat dicapai dengan tetap dalam tujuan dan cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lanjut pada sesi diskusi. Seorang peserta bernama Yunan bertanya tentang apakah ada perbedaan tentang konsep pendidikan dari Ki Hajar Dewantara dengan Paulo Paula Freire?
Dijawab dengan begitu luar biasa oleh Dr. Jurana bahwasanya Ki Hajar dewantara memiliki konsen pada konsep kultural suatu bangsa sedangkan Paulo Fraira berfokus pada konsep pendidikan kaum tertindas itulah yang menjadi pembeda dari kedua pemikir tentang pendidikan tersebut.
Hakikat pendidikan telah dijelaskan secara panjang lebar oleh Dr. Jurana selanjutnya tantangan pendidikan dan bagaimana tantangan pendidikan di Indonesia akan disampaikan oleh A. Tsiqqif Asyiqulloh.
Ahmad Tsiqqif Asyiqullah S,Ag – Tantangan Indonesia Mendidik
Ada berbagai macam tantangan dalam proses berlangsungnya pendidikan kita di Indonesia. Seperti Adab, Kreatifitas, Religiusitas, Pendidik, Lembaga pendidikan, Kultur lokal, dan Internasional.
Pertama, Pemateri menekankan pada pentingnya penggunaan akal untuk beradab. Sebagaimana pengetian , yaitu bodhi atau budhi berarti keterbukaan jika, pikiran, kesadaran, akal atau pengadilan. Agar akal itu diarahkan pada budhi yang luhur dalam keberlangsungannya. Sehingga nanti berlanjut pada pendidikan ditujukan untuk memberikan pendidikan yang intensif sehingga dapat mendidik masyarakat untuk mempunyai budi yang luhur agar dapat menuntunnya menuju kemakmuran dan kebijaksanaan.
Sebegitu pentingnya kreatifitas untuk dimiliki oleh seorang peserta didik. Nah berdasarkan pengalaman pemantik pembatasan merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kreatifitas.
Refleksi
Saat Plato pulang dari pengembaraannya dari suatu negeri ke negeri lain, Plato mendirikan sekolah “Akademi” (dekat kuil pahlawan akademos) yang ditujukan untuk memberikan pendidikan yang intensif sehingga dapat mendidik masyarakat untuk mempunyai budi yang luhur agar dapat menuntunnya menuju kemakmuran dan kebijaksanaan.
Kita juga dahulu mengalaminya pada era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ketika para pelajar tanah air mendirikan organisasi pergerakan Budi Utomo yang secara bahasa berasal dari bahasa sanskerta, yaitu bodhi atau budhi berarti keterbukaan jika, pikiran, kesadaran, akal atau pengadilan. Budi Utomo memiliki program utama untuk mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran yang akhirnya menjadi pelopor kemerdekaan bangsa Indonesia yang dapat mempengaruhi pergerakan organisasi nasional di tanah air hingga kemudian menyadarkan mereka para pejuang kemerdekaan untuk menerima segala perbedaan yang ada dan akhirnya kesadaran itulah yang melahirkan Sumpah Pemuda pada 1928.
Begitu pentingnya pendidikan ini sampai Mahatma Ghandi mengatakan “Hiduplah seakan kamu akan mati besok, dan belajarlah seakan kamu hidup selamanya. Berangkat dari keterdidikannya makanya, hingga sekarang namanya sering dikenal sebagai tokoh yang penuh perdamaian dalam memperjuangkan kemerdekaan negara India. Karena pendidikan merupakan sebuah sarana yang paling penting dan dapat dijadikan tameng bahkan senjata saat sebuah negara ingin menuju pada kemakmuran yang kemudian dalam istilah Nelson Mandela mengatakan “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia”.
Menariknya, dari pendidikan itulah hingga saat ini banyak sarana dan prasarana yang digunakan manusia sebagai penunjang keberlangsungan hidupnya dan memberikan kemudahan manusia dalam beraktifitas sehari-hari yang itu berasal dari penemuan-penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa silam seperti Albert Einstein yang mengembangkan teori relativitas dan telah mengubah pemahaman manusia terhadap konsep ruang dan waktu sampai saat ini yang dibuktikan secara kongkret dalam wujud teknologi.
Melihat nilai strategis pendidikan ini pula presiden Soekarno menyebut bahwa pentingnya Revolusi mental dilakukan setelah melewati revolusi memecahkan belenggu. Hal tersebut bertujuan untuk membangkitkan kembali semangat yang dimiliki dan melakukan penyucian jiwa dan menyadari cita-cita nasional dan sosial untuk menjadi manusia-manusia baru. Dijelaskan oleh Bung Karno, sebuah usaha yang dibutuhkan terus menerus untuk membangun mental terdidik suatu bangsa bahkan harus dilakukan setiap hari selama bertahun-tahun.
Saat ini kita berada dalam suasana kemajuan teknologi yang begitu massif. Sehingga, banyak negara diberbagai belahan dunia yang berlomba-lomba memberikan prioritas pada pengembangan dalam bidang pendidikan. Maka pendidikan sudah semestinya dapat dinikmati oleh semua masyarakat baik yang muda maupun yang tua. Karena masyarakat haruslah terdidik untuk memenuhi segala tuntutan yang berkaitan dengan kehidupan apalagi pada era sekarang ini yang memiliki patokan pada nilai globalisasi kemudian memiliki orientasi pada pasar bebas sehingga dalam menjalani kehidupan dipenuhi dengan persaingan maka dari itu keterdidikan adalah senjata yang dapat digunakan dalam bertarung untuk menuju kemakmuran dan kesejahteraan dengan menyesuaikan diri pada berbagai perubahan agar tidak terdisrupsi oleh perkembangan yang sangat massif. Berangkat dari kekhawatiran tersebut dapat dilakukan pengamatan terhadap perkembangan dinamika lingkungan sekitar kita bahkan skala nasional.
Misalnya, jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia yang mengalami bonos demografi. Sementara dari sumber statistik pada tahun 2019 menyebutkan bahwa rata-rata lama sekolah di Indonesia adalah 8,81 atau setara dengan SMP/sederajat. Bahkan tampaknya angka putus sekolah masih tergolong tinggi. Seperti dicatat TEMPO.CO edisi 23 Juli 2019 terdapat 4,5 juta anak putus sekolah di 34 provinsi di Indonesia. Ataupun angka data yang dimiliki oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinanan (TNP2K) dari situs resminya yang dirilis TEMPO.CO yang menyebutkan, jumlah anak usia 7-12 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah berada di angka 1.228.792 anak. Untuk kategori usia 13-15 tahun ada di 34 provinsi, jumlahnya 936.674 anak. Sementara usia 16-18 tahun, ada 2.420.866 anak yang tidak bersekolah.
Kemudian berdasarkan hasil sensus tahun 2017-2020 dari statistik pendidikan yang dirilis kemendikbud juga menguraikan tentang jumlah siswa putus sekolah pada tiap jenjang. Seperti jumlah siswa putus sekolah pada jenjang sekolah dasar di Indonesia pada tahun 2017/2018 sebanyak 32.127 orang, kemudian pada 2018/2019 sebanyak 57.426 orang dan pada 2019/2020 sebanyak 59.443 di 34 provinsi di Indonesia. Dari data tersebut dapat dilihat tiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Berikutnya jumlah siswa putus sekolah pada jenjang sekolah menengah pertama pada tahun 2017/2018 sebanyak 51.190 orang, kemudian mengalami kenaikan secara signifikan pada tahun 2018/2019 menjadi sebanyak 85.545 orang dan pada tahun 2019/2020 mengalami penurunan drastis menjadi sebanyak 38.464 orang. Sementara jumlah siswa putus sekolah pada jenjang sekolah menengah atas pada tahun 2017/2018 sebanyak 31.123 orang, kemudian pada tahun 2018/2019 sebanyak 52.142 orang dan pada tahun 2019/2020 sebanyak 26.464 orang. Kemudian jumlah siswa putus sekolah pada jenjang sekolah menengah kejuruan pada tahun 2017/2018 sebanyak 73.384 orang, kemudian pada tahun 2018/2019 sebanyak 106.014 orang dan pada tahun 2019/2020 sebanyak 32.395 orang.
Hal tersebut menyangkut sumber daya manusia yang daya saingnya dapat ditingkatkan salah satunya dengan meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan seperti menurut peneliti Dr. Jurana pada 23 Mei 2021 dalam Focused Group Discussion mengatakan “Pendidikan merupakan hal yang terpenting untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Selain itu catatan lain menyebutkan”naik turunnya jumlah siswa putus sekolah itu tidak lepas dari pengaruh faktor ekonomi dan sistem tidak berpihak kepada mereka”.
Bagaimana mungkin dapat mewujudkan pendidikan yang ideal sebagaimana yang disebut oleh Ki Hajar Dewantara, yang menganggap suatu pendidikan mesti dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia karena pendidikan membentuk kelakuan manusia dan struktur masyarakat sangatlah bergantung pada kelakuan manusia tersebut. Kita tidak dapat mengharapkan negara menjadi sejahtera dan makmur, apabila kelakuan warga negara tidak mencerminkan budi yang luhur. Kemudian budi yang luhur tersebut didapatkan dari keterdidikan dan salah satu jalan untuk mendapatkannya adalah melalui proses pendidikan formal dan non-formal.
Karena itu, penerapan sistem pendidikan baru dengan menyesuaikan dengan budaya dan kultur sendiri perlu dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pemerataan dibidang pendidikan sebagai upaya untuk mengakomodir perkembangan dalam kebutuhan masyarakat pada pendidikan formal. Hal tersebut juga perlu dilakukan sebagai proses untuk menghilangkan berbagai prespektif tentang sekolah unggulan dan non unggulan. Karena telah memunculkan fakta bahwasanya pendidikan yang diselenggarakan sangat tidak adil atau diskriminatif jika dipandang dari lokasi pinggiran kota apalagi pedesaan. Karena jika dilihat dari keadaan sekolah yang ada di desa begitu serba kekurangan sarana dan prasarana baik dari sisi fasilitas yang sangat terbatas maupun kualitas pengajar yang kurang mempuni. Karena masyarakat yang merasa terpelajar telah menjadi kaum urban yang mencari kehidupan yang lebih layak dengan cara pindah dan memulai hidup di kota. Jadi tidak usa heran jika terkungkunglah rakyat yang kurang beruntung itu kedalam penjara kemiskinan struktural. Sehingga seringkali bersekolah di kota adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh anak-anak yang berada di Desa.
Padahal hal yang paling mendasar mengenai penyelenggaraan pendidikan yang harus berlandaskan komitmen untuk menjalankan amanah Undang-undang Dasar tahun 1945, Seperti yang telah kita ketahui satu sikap yang tidak boleh ditawar soal pendidikan adalah “Pendidikan itu hak segenap anak bangsa dan sekaligus menjadi kewajiban negara (pemerintah). Pendidikan sesungguhnya salah satu cara yang paling pokok dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran sehingga pantaslah dalam hal ini termaktub dalam pembukaan UUD 1945 dengan tegas menyebutkan ;
1.“Mengamanatkan pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”
2.“Mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggaran satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur oleh undang-undang”
3.“Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan”
Maka dari itu, pendidikan tidak cukup diartikan hanya membangun gedung-gedung sekolah strandart merata di desa lebih dari itu kelengkapan fasilitas untuk mendukung tercapainya misi pendidikan untuk merubah kehidupan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Kebijaksanaan dalam pelaksanaan program pendidikan memang harus seutuhnya menyentuh persoalan kemanusiaan yang tidak bersifat diskriminatif dari sudut manapun juga. Pendidikan mestinya mampu menjawab semua persoalan hidup masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya dan karakter. Jika masyarakat yang makmur lebih sedikit dibanding masyarakat miskin dan tidak beradab maka jelas program pendidikan tidak berhasil. Program pendidikan yang dimaksud tidak hanya sekedar soal beasiswa, soal gedung, soal dana bantuan oprasional sekolah, soal gelar tetapi menyeluruh termasuk jaminan terhadap hasil kehidupan yang jauh lebih makmur. Entri pointnya adalah pendidikan harus bisa mewujudkan kemakmuran bukan justru memiskinkan.
Kemudian sudah semestinya seluruh jajaran pemerintah yang ada tidak memaknai lingkungan atau komuditas hanya pada manusianya saja akan tetapi lingkungan dan komuditas dapat dimaknai menyangkut seluruh potensi yang ada baik dari segi manusianya, sosio-kulturalnya, alamnya dan sebagainya. Hal ini juga dimaksudkan dengan memberdayakan semua komponen-komponen dalam suatu daerah atau wilayah tentang kehendak Undang-undang dasar tahun 1945 bahwa seluruh warga negara berhak atas pendidikan yang layak, Diikhtiarkan dengan upaya-upaya pemerataan pendidikan. Akan tetapi begitu luas dan beragamnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini, masing-masing dari setiap komoditas memiliki spesifikasi dan karakter sosio-kultural yang berbeda. Tidak bisa dan tidak mungkin dengan pembangunan manusia (Character building) dilakukan dengan pola dan metode yang seragam. Apalagi di Indonesia sendiri bangsa ini diamanahi oleh undang-undang dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Walaupun disisi lain penerapan program nawacita untuk melakukan revolusi karakter bangsa masih belum terealisasikan dengan maksimal. Akan tetapi itu artinya, dalam hal ini pemerintah, memiliki kesadaran terhadap pentingnya pemenuhan pendidikan yang merupakan masalah strategis. Menyangkut kemakmuran dan kejatuhan sebuah bangsa. Maka, meningkatkan kualitas manusia melalui pemerataan pendidikan perlu dilakukan sedini mungkin untuk menyongsong Indonesia emas.
(Ditulis oleh Dzulkarnain Jamil)