RUU Hukum Adat Jadi Agenda Prioritas PKB: Informasi Terkini

Upaya melindungi hak-hak kelompok tradisional semakin menguat di Indonesia. Ahmad Iman Syukri, Wakil Ketua Baleg DPR, menegaskan pentingnya payung hukum khusus untuk mencegah diskriminasi.
Diskusi terbaru pada 11 Juli 2025 menghadirkan berbagai pemangku kepentingan. Kementerian Kebudayaan, Komnas HAM, dan perwakilan organisasi adat turut serta membahas solusi konkret.
Fragmen regulasi yang ada selama ini dinilai belum memberikan jaminan maksimal. Melalui proses legislasi, diharapkan tercipta sistem yang lebih komprehensif untuk mengatasi berbagai persoalan.
Dasar nilai-nilai luhur menjadi landasan utama dalam perumusan kebijakan ini. Seperti tertuang dalam prinsip keadilan, perlindungan terhadap kelompok rentan merupakan tanggung jawab bersama.
Latar Belakang RUU Hukum Adat
Pengakuan terhadap kelompok tradisional di Indonesia memiliki dasar kuat dalam konstitusi. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 secara jelas menyatakan pengakuan negara atas keberadaan masyarakat hukum adat.
Dasar Konstitusional dan Legal
Landasan hukum perlindungan masyarakat adat tidak hanya tercantum dalam satu pasal. Pasal 28I ayat (3) juga menjamin hak-hak tradisional yang telah ada turun-temurun.
Sayangnya, antara jaminan konstitusi dan implementasi di lapangan masih terdapat kesenjangan. Banyak regulasi sektoral seperti undang-undang kehutanan dan agraria belum sepenuhnya selaras.
Kebutuhan Perlindungan Masyarakat Adat
Data menunjukkan 43% konflik agraria bersumber dari ketiadaan payung hukum spesifik. Kelompok rentan ini sering menghadapi marginalisasi dalam pengelolaan sumber daya alam.
Contoh nyata terlihat di sektor kehutanan dimana hak ulayat kerap diabaikan. Fragmentasi regulasi di empat UU berbeda membuat perlindungan menjadi tidak optimal.
Komitmen SDGs tentang penghormatan terhadap masyarakat adat juga menjadi pertimbangan penting. Tanpa perlindungan hukum yang memadai, kerugian ekonomi dan budaya akan terus terjadi.
Peran PKB dalam Pengusulan RUU Hukum Adat
Fraksi PKB di DPR menjadi garda terdepan dalam mengusulkan perlindungan hukum bagi hak-hak masyarakat adat. Langkah ini didukung oleh 9 juta kader NU yang tersebar di seluruh Indonesia.
Komitmen Fraksi PKB sebagai Pengusul
Struktur organisasi Fraksi PKB di DPR telah menyiapkan tim khusus untuk mengawal proses legislasi. Mereka bekerja sama dengan Badan Legislasi untuk memastikan RUU ini masuk dalam daftar prioritas.
Ahmad Iman Syukri menyebut ini sebagai “tugas suci” yang merupakan warisan perjuangan Kyai Sahal. “Ini bukan sekadar undang-undang, tapi kewajiban moral,” tegasnya.
Landasan Historis dan Sosiologis NU
Sejarah NU menunjukkan konsistensi dalam membela kelompok marginal sejak 1946. Lembaga Bahtsul Masail NU turut berkontribusi dalam merumuskan konsep fiqih sosial untuk RUU ini.
Strategi koalisi dengan AMAN dan Koalisi Kawal RUU juga menjadi landasan kuat. 15 daerah telah ditetapkan sebagai prioritas implementasi tahap pertama.
Dampak dan Tantangan RUU Masyarakat Hukum Adat
Fragmentasi regulasi sektoral selama ini menghambat pengakuan hak masyarakat hukum adat. Data menunjukkan 74% wilayah adat tumpang tindih dengan konsesi perusahaan, memicu 1.232 kasus sengketa tanah yang belum terselesaikan.
Fragmentasi Regulasi Sektoral
Lima undang-undang sektoral kerap bertabrakan dengan hak adat, terutama di sektor kehutanan dan pertambangan. Contoh nyata terjadi di Papua, dimana hak ulayat masyarakat terancam oleh izin tambang yang dikeluarkan pemerintah daerah.
Undang-Undang | Benturan dengan Hak Adat |
---|---|
UU Kehutanan | Pengabaian hak pengelolaan hutan adat |
UU Minerba | Izin tambang di wilayah ulayat tanpa persetujuan |
UU Agraria | Ketidakjelasan status tanah adat |
Potensi Penyelesaian Konflik Agraria
RUU ini menawarkan mekanisme resolusi konflik melalui mediasi berbasis budaya. Skema kompensasi dan restitusi juga diatur, seperti kasus sukses pengakuan hak ulayat di Sumatra yang tercantum dalam data terbaru tentang konflik agraria.
Sistem pendataan terpadu wilayah adat akan memetakan 9,3 juta hektare wilayah yang selama ini tumpang tindih. Namun, tantangan implementasi tetap ada, terutama di daerah otonomi khusus dengan keragaman aturan lokal.
Kesimpulan
Upaya mewujudkan keadilan sosial bagi kelompok tradisional mencapai momentum penting di 2025. Data menunjukkan 176.673 orang terdampak konflik agraria, mempertegas urgensi perlindungan hukum yang komprehensif.
Proses legislasi prioritas ini akan membawa dampak signifikan bagi 70 juta masyarakat. Indeks demokrasi Indonesia diprediksi meningkat dengan pengakuan resmi terhadap hak-hak masyarakat adat.
Sinergi antara pemerintah, DPR, dan organisasi sipil menjadi kunci sukses. Seperti tercantum dalam kajian terbaru, partisipasi publik dalam pengawasan proses sangat dibutuhkan.
“Keadilan adalah pondasi negara yang kokoh,” sabda Nabi Muhammad SAW. Prinsip ini menjadi penutup sempurna untuk perjalanan panjang menuju pengakuan hak yang setara.